Langsung ke konten utama

Kemerdekaan direnggut bersamaan dengan direnggutnya kebebasan berorasi

    
Belum lama ini sebuah kabar duka bagi dunia pers datang dari negeri lumbung padi yaitu filipina. Seorang jurnalis sekaligus pendiri situs berita daring Rappler, Maria ressa dinyatakan bersalah atas kasus pencemaran nama baik (5/6/2020). Ia dijatuhi vonis hukuman minimal 6 bulan penjara dan maksimal 6 tahun. Pihak pendukung kebebasan pers mengatakan bahwa Maria Ressa telah menjadi incaran pemerintah karena kerap kali mengkritik pemerintahan Filipina. kasus ini seakan akan merenggut kebebasan pers serta kebebasan berorasi di negara yang sudah merdeka sejak 75 tahun lalu.

    Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, seorang komika ternama Bintang Emon dikabarkan mendapat tuduhan dan serangan dari Buzzer, setelah ia mengkritik pemerintah tentang hukuman satu tahun penjara atas kasus penyiraman air keras ke wajah novel baswedan karena ketidaksengajaan, yang pelakunya baru ditemukan baru baru ini. Ia mendapat serangan berupa tuduhan penggunaan narkoba. Namun tuduhan tersebut malah mendapat respon keras dari netizen kepada akun akun yang melayang tuduhan tersebut.

    Kasus kasus demikian merupakan contoh dari direnggutnya kebebasan berorasi. Para jurnalis yang memberikan kritik terhadap pemerintah malah dinyatakan bersalah. Bahkan seorang komedian yang menentang keputusan pemerintah langsung mendapatkan tuduhan tuduhan keji dari pihak yang tidak bertaggung jawab. Kritikan kritan mereka, kemudian malah dianggap sebagai tindak kejahatan.

    Hal ini malah seakan akan membawa kita kembali ke zaman imperialisme, dimana kebebasan berorasi tidak diakui. Setiap orang yang berani menentang penjajah akan diasingkan bahkan disiksa. Mereka yang dengan lantang menyuarakan kemredekaan ditengah tengah masyarakat akan di tangkap dan dipenjarakan. Dengan direnggutnya kebebasan rakyat untuk berorasi sama dengan merenggut kemerdekaan rakyat itu sendiri. 

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca; Anugerah Besar dari Allah

Membaca ialah suatu anugerah besar yang Allah Subhanahu wa taala berikan terhadap manusia. Dengannya manusia dapat meneguk mata air ilmu yang kemudian dapat ia gunakan untuk menjalani hidup di dunia serta merasakan kebahagiaan. Membaca adalah bentuk kecintaan terbesar seseorang terhadap ilmu. Seorang yang suka membaca pastinya memiliki rasa cinta yang amat besar terhadap ilmu. Hari-harinya akan dihabiskan untuk melahap lembar halaman pada buku. Hal itu ia lakukan agar dapat memuaskan dahaganya akan ilmu yang teramat sangat. Membaca adalah jalan untuk dapat melihat dunia dari sisi yang berbeda. Ada berjuta juta macam pengetahuan di dunia. Semua itu dapat kita ketahui dengan membaca. Milyaran ilmu yang telah dituangkan ke dalam lembaran buku-buku dari sejak dulu kala hingga sekarang memiliki pengaruh besar dalam membentuk peradaban manusia yang lebih baik. Kita akan dapat memandang sesuatu melalui sisi-sisi yang berbeda dan kemudian mengantarkan kita ke kesimpulan yang kita b...

6 Hari di SATI: Sebuah Catatan Refleksi

Sudah berbulan-bulan lalu saya berencana mengisi liburan semester ini dengan bervakansi ke satu kota kecil yang indah di Jawa Timur: Malang. Akan tetapi, karena alasan dana, rencana itu terpaksa saya urungkan. Malang barangkali bisa dijamah kapan-kapan, tapi soal perut harus selalu di-nomorsatu-kan, khususnya saya yang hidup merantau di Jogja. Namun, nasib yang katanya ‘sunyi’ itu berkata lain. Sebuah surat Term of Reference terlampir dalam satu surel ringkas dari dosen. Melalui surat itu, saya dimintai oleh dosen untuk mengikuti sebuah acara dengan tajuk Christianity Study for Moslem Scholars (selanjutnya disingkat CSMS) yang diadakan oleh Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Tak ada yang membuat saya tertarik untuk mengikuti acara ini-karena memang saya tidak terlalu mendalami kajian lintas iman-selain bahwa kegiatan studi ini diadakan di Malang dan akan didanai penuh. Benak saya: ini sebuah berkat, wayahe kalau kata orang Jawa. Dengan hati mantap dan menyala saya memutuskan ...

STIT kedepannya

Saya memimpikan STIT kedepannya lebih fokus terhadap pengembangan intelektual mahasiswanya. Mahasiswa dan dosen bahkan lebih baik terpisah dari kegiatan-kegiatan struktural di pesantren. Agar kegitannya lebih fokus dalam pengembangan keilmuan. Acap kali terjadi benturan antara jadwal perkuliahan dengan pekerjaan bagian yang menjadi dilema setiap mahasiswa STIT-RH terkhusus yang tinggal di dalam pondok. Sehingga ia mendapati tekanan dari dua sisi yang mau tidak mau harus ia hadapi. Ini membuat kegiatan belajar di kampus tidak maksimal. Begitu pula dengan keefektifannya dalam melaksanakan tugas-tugas bagian tersebut