Hukum adalah satu garis lurus. Ia selalu berada pada pacaknya. Tidak akan berpindah dari tempat yang ia berdiri di atasnya. Namun, akan selalu ada yang berusaha menggoyahkan kekokohan garis tersebut, untuk berbagai kepentingan. Hukum adalah satu objek abstrak, maka keobjektivannya akan kembali kepada subjeknya sendiri.
Suatu ketika seorang wanita dari kalangan kaum bangsawan Arab Quraisy melakukan pencurian. Ia tertangkap dan oleh sebab itu harus diadili melalui jalan hukum Islam.
Seorang pencuri telah mengotori tangannya dengan perbuatan keji di dunia. Maka untuk menghindarkan siksaan yang lebih pedih di hari pertimbangan kelak, ia harus dipisahkan dari tubuh si pencuri. Dengan itu ia dan orang-orang lain akan jera.
Namun, manusia selalu memanfaatkan celah sesempit apapun untuk mempertahankan kehormatannya. Maka, oleh petinggi Bani Makhzum yang merupakan salah satu dari tiga kabilah terkaya Kaum Quraisy ingin melindungi wanita itu. “Ia adalah wanita bangsawan, tak sewajarnya bila harus mendapatkan hukum yang sama dengan orang yang bukan bangsawan” dalihnya.
Dengan keangkuhannya, mereka berupaya untuk mendapatkan dispensasi hukuman atas wanita tersebut, demi menjaga nama baik kabilah Bani Makhzum.
Maka, salah seorang sahabat yang dekat dengan Sang Rasul kala itu ialah Usamah bin Zaid. Ia dimintai untuk merundingkan keringanan hukum atas perempuan Bani Makhzum tersebut dengan faktor hereditas kebangsawanannya.
Hukum adalah satu garis lurus sedang Rasul adalah subjek yang menjunjung kelurusan objek tersebut. Al-Amin berdarah Quraisy Tulen itu tak akan pernah sekalipun mau mengkhianati Pengutusnya, terlebih atas dalih kebangsawanan yang merupakan prodak keangkuhan manusiawi.
Usamah menyampaikan keinginan Bani Makhzum itu kepada sang Rasul. Namun, dengan berang ia naik ke atas mimbar lalu bersabda “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
Adil Adah satu sifat, sedang senjatanya adalah hukum. Maka dalam ketidakadilan, terkadang hukum dapat menjadi senjata yang bahkan lebih mematikan.
Komentar
Posting Komentar