Langsung ke konten utama

Hamka; Ulama Kesayangan Kita


Setiap orang yang yang pernah membaca Sirah kehidupan Buya Hamka akan takzim mengenang kebesaran jiwa sang tokoh kharismatik itu. Hidupnya dipenuhi berbagai kisah-kisah yang membuat siapa saja yang mengetahuinya seakan tersuntik dengan kekaguman. Ia adalah pendulang air bagi jiwa -jiwa yang dahaga akan siraman rohani. Menyampaikan hikmah dan pesan Islam melalui hati menuju hati. Tempat bagi anak-anak jasmani dan rohaninya mengadukan berbagai permasalahan mengenai hidup dari yang sederhana hingga yang nadir diterka.

Ia hanyalah manusia biasa yang diangerahi Allah Subhanahu wa Ta’ala pengetahuan yang luas, pikiran yang terbuka, dan hati yang kokoh. Kadang lembut bagi orang yang perlu dihadapi dengan lembut, namun keras bagi yang pantas. Tiada lain tujuannya ialah mengarahkan orang tersebut kepada jalan yang lebih baik.

Sebagai orang Minangkabau tulen bergelar Datuk Indomo, sudah menjadi satu keharusan untuk pergi meninggalkan halaman rumah menuju halaman-halaman lain di negeri orang. Ia melanglang buana untuk menunaikan tuntutannya sebagai seorang Muslim guna menuntut ilmu. Pada umurnya yang masih belasan, tapak kakinya yang tidak terlalu lebar itu telah berpijak di tanah kelahiran Nabi. Bermulailah karir intelektualnya dari negeri itu.

Buya Hamka, ilmuwan dan sastrawan kesayangan umat muslim nusantara menjadi buah bibir banyak orang. Mereka menyanjung dan menyanginya. Setiap orang yang pernah berhubungan dengannya punya kisah masing-masing dalam menceritakan kebesaran Buya. Di samping itu, tak sedikit pula yang berdiri menentang dan bahkan menjatuhkannya. Namun, tiada yang dapat melawan kemurnian dan kebesaran jiwa. Betapapun ia akan jatuh terkulai dan kelak menyadarinya.

Ulama yang hobi berpantun ini, melahirkan ratusan karya. Di samping mengarang roman, ia menulis berbagai hikmah untuk menghibur hati para pembacanya. Selain itu ia menulis tafsir yang ia namai dengan Al-Azhar. Tafsir yang rampung ketika ia berada dalam tahanan rezim orde lama. Sehingga kadar intelektualnya tidak dapat diremehkan. Timbullah satu pertanyaan; bagaimana seorang yang begitu disibukkan dengan berbagai permasalahan Umat dapat melahirkan karya yang begitu banyak?

Hingga hari ini, jasa Buya akan selalu dikenang. Suara berat khas Buya yang sering diperdengarkan di radio setelah subuh akan selalu menjadi kenangan bagi mereka yang pernah mengenalnya. Ia adalah pejuang, pendakwah, dan mata hati umat.

Menjelang wafatnya, tersungging senyum sederhana pada bibirnya. Pertanda bahwa ia adalah seorang tua yang baik yang telah menebarkan manfaat bagi jutaan orang hingga kini. Semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menempatkannya bersama orang-orang terbaik. Aamiin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Hari di SATI: Sebuah Catatan Refleksi

Sudah berbulan-bulan lalu saya berencana mengisi liburan semester ini dengan bervakansi ke satu kota kecil yang indah di Jawa Timur: Malang. Akan tetapi, karena alasan dana, rencana itu terpaksa saya urungkan. Malang barangkali bisa dijamah kapan-kapan, tapi soal perut harus selalu di-nomorsatu-kan, khususnya saya yang hidup merantau di Jogja. Namun, nasib yang katanya ‘sunyi’ itu berkata lain. Sebuah surat Term of Reference terlampir dalam satu surel ringkas dari dosen. Melalui surat itu, saya dimintai oleh dosen untuk mengikuti sebuah acara dengan tajuk Christianity Study for Moslem Scholars (selanjutnya disingkat CSMS) yang diadakan oleh Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Tak ada yang membuat saya tertarik untuk mengikuti acara ini-karena memang saya tidak terlalu mendalami kajian lintas iman-selain bahwa kegiatan studi ini diadakan di Malang dan akan didanai penuh. Benak saya: ini sebuah berkat, wayahe kalau kata orang Jawa. Dengan hati mantap dan menyala saya memutuskan ...

STIT kedepannya

Saya memimpikan STIT kedepannya lebih fokus terhadap pengembangan intelektual mahasiswanya. Mahasiswa dan dosen bahkan lebih baik terpisah dari kegiatan-kegiatan struktural di pesantren. Agar kegitannya lebih fokus dalam pengembangan keilmuan. Acap kali terjadi benturan antara jadwal perkuliahan dengan pekerjaan bagian yang menjadi dilema setiap mahasiswa STIT-RH terkhusus yang tinggal di dalam pondok. Sehingga ia mendapati tekanan dari dua sisi yang mau tidak mau harus ia hadapi. Ini membuat kegiatan belajar di kampus tidak maksimal. Begitu pula dengan keefektifannya dalam melaksanakan tugas-tugas bagian tersebut

Keangkuhan akan Kalah

Hukum adalah satu garis lurus. Ia selalu berada pada pacaknya. Tidak akan berpindah dari tempat yang ia berdiri di atasnya. Namun, akan selalu ada yang berusaha menggoyahkan kekokohan garis tersebut, untuk berbagai kepentingan. Hukum adalah satu objek abstrak, maka keobjektivannya akan kembali kepada subjeknya sendiri. Suatu ketika seorang wanita dari kalangan kaum bangsawan Arab Quraisy melakukan pencurian. Ia tertangkap dan oleh sebab itu harus diadili melalui jalan hukum Islam. Seorang pencuri telah mengotori tangannya dengan perbuatan keji di dunia. Maka untuk menghindarkan siksaan yang lebih pedih di hari pertimbangan kelak, ia harus dipisahkan dari tubuh si pencuri. Dengan itu ia dan orang-orang lain akan jera. Namun, manusia selalu memanfaatkan celah sesempit apapun untuk mempertahankan kehormatannya. Maka, oleh petinggi Bani Makhzum yang merupakan salah satu dari tiga kabilah terkaya Kaum Quraisy ingin melindungi wanita itu. “Ia adalah wanita bangsawan, tak sewajarnya bila h...