Langsung ke konten utama

NASIB PESANTREN MENGHADAPI NEW NORMAL



   
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling populer di Indonesia. Indonesia yang memegang predikat sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia ini memiliki 28 ribu pesantren dengan 18 juta santri. tak heran bila peran pesantren bagi pendidikan Indonesia sangatlah penting.

    Pandemi covid-19 yang kian hari makin menurun perkembangannya, memberikan kabar baik bagi pendidikan Indonesia. sekolah dan perguruan tinggi serta lembaga pendidikan lainya akan dibuka kembali, sehingga para pelajar dapat menjalani tahun ajaran baru. kendati demikian, pemerintah tetap memberikan kebijakan kebijakan terkait kesehatan pelajar agar terhindar dari virus covid-19 yang dengan mudah dapat tertular. para masyarakat terkhususnya para  pelajar diharapkan dapat menjalankan aktivitasnya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan atau disebut sebagai kebijakan new normal.

    Namun bagaimana dengan nasib pesantren, dimana kehidupan para santrinya selalu dilakukan secara berjama'ah. seperti ibadah, belajar, makan, dan kegiatan lainnya. hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pesantren itu sendiri dan pemerintah juga tentunya. mengingat bahwa pesantren memiliki peran penting bagi pendidikan di Indonesia.hal ini haruslah ditangani dengan sebaik mungkin. karena para santri dalam menjalani kegiatannya sangatlah rentan terjangkit virus yang mudah menyebar ini.

    Seperti usaha yang dilakukan pesantren ar raudlatul hasanah dalam menanggulangi penyebaran virus ini. para pengurus pesantren mengambil kebijakan untuk melarang kunjungan tamu dan wali santri ke pesantren. Pesantren benar benar dijaga ketat oleh para Asatidz dan staff untuk mencegah adanya orang luar yang masuk ke pesantren. sehingga dapat mencegah masuknya virus covid-19 ke lingkungan pesantren.

    Allahumma inna naudzubika minal barash wal junun wal juzam wa min sayyi'il asqam

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Hari di SATI: Sebuah Catatan Refleksi

Sudah berbulan-bulan lalu saya berencana mengisi liburan semester ini dengan bervakansi ke satu kota kecil yang indah di Jawa Timur: Malang. Akan tetapi, karena alasan dana, rencana itu terpaksa saya urungkan. Malang barangkali bisa dijamah kapan-kapan, tapi soal perut harus selalu di-nomorsatu-kan, khususnya saya yang hidup merantau di Jogja. Namun, nasib yang katanya ‘sunyi’ itu berkata lain. Sebuah surat Term of Reference terlampir dalam satu surel ringkas dari dosen. Melalui surat itu, saya dimintai oleh dosen untuk mengikuti sebuah acara dengan tajuk Christianity Study for Moslem Scholars (selanjutnya disingkat CSMS) yang diadakan oleh Asosiasi Teolog Indonesia (ATI). Tak ada yang membuat saya tertarik untuk mengikuti acara ini-karena memang saya tidak terlalu mendalami kajian lintas iman-selain bahwa kegiatan studi ini diadakan di Malang dan akan didanai penuh. Benak saya: ini sebuah berkat, wayahe kalau kata orang Jawa. Dengan hati mantap dan menyala saya memutuskan ...

STIT kedepannya

Saya memimpikan STIT kedepannya lebih fokus terhadap pengembangan intelektual mahasiswanya. Mahasiswa dan dosen bahkan lebih baik terpisah dari kegiatan-kegiatan struktural di pesantren. Agar kegitannya lebih fokus dalam pengembangan keilmuan. Acap kali terjadi benturan antara jadwal perkuliahan dengan pekerjaan bagian yang menjadi dilema setiap mahasiswa STIT-RH terkhusus yang tinggal di dalam pondok. Sehingga ia mendapati tekanan dari dua sisi yang mau tidak mau harus ia hadapi. Ini membuat kegiatan belajar di kampus tidak maksimal. Begitu pula dengan keefektifannya dalam melaksanakan tugas-tugas bagian tersebut

Keangkuhan akan Kalah

Hukum adalah satu garis lurus. Ia selalu berada pada pacaknya. Tidak akan berpindah dari tempat yang ia berdiri di atasnya. Namun, akan selalu ada yang berusaha menggoyahkan kekokohan garis tersebut, untuk berbagai kepentingan. Hukum adalah satu objek abstrak, maka keobjektivannya akan kembali kepada subjeknya sendiri. Suatu ketika seorang wanita dari kalangan kaum bangsawan Arab Quraisy melakukan pencurian. Ia tertangkap dan oleh sebab itu harus diadili melalui jalan hukum Islam. Seorang pencuri telah mengotori tangannya dengan perbuatan keji di dunia. Maka untuk menghindarkan siksaan yang lebih pedih di hari pertimbangan kelak, ia harus dipisahkan dari tubuh si pencuri. Dengan itu ia dan orang-orang lain akan jera. Namun, manusia selalu memanfaatkan celah sesempit apapun untuk mempertahankan kehormatannya. Maka, oleh petinggi Bani Makhzum yang merupakan salah satu dari tiga kabilah terkaya Kaum Quraisy ingin melindungi wanita itu. “Ia adalah wanita bangsawan, tak sewajarnya bila h...